Rabu, 29 Mei 2013

CERPEN TANPA BATAS


TANPA BATAS


Ari, Seorang lelaki remaja yang rajin dan penurut terhadap orang tuanya. Di kampung, dia selalu mengerjakan pekerjaan rumah layaknya seorang wanita dengan membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci baju dan piring, bahkan memasak sekalipun karena memang tidak ada yang menyiapkan serta membersihkan rumah tersebut, sedangkan ibunya hanya sedikit waktu untuk bisa merapikan rumah dan memasak pun hanya bisa diwaktu pagi hari saja karena kalau di kampung, seorang istri juga ikut serta membanting tulang dengan saling tolong menolong pada suaminya. Jadi pekerjaan rumah pun mau tidak mau harus dilakukannya karena dia merasa kasihan dengan orang tuanya yang pasti kelelahan bekerja tani dari pagi sampai sore.
Ari memiliki tiga saudara, dua kakak perempuannya dan satu adik laki-lakinya. Sebelum kedua kakak perempuannya menikah, suasana dulu sangat kontras dengan sekarang ini. Dulu, kedua kakaknya yang membantu ibunya serta mengerjakan pekerjaan rumah, tapi saat ini ari yang harus menggantikannya karena kalau tidak dilakukan, rumah akan berantakan dan dia juga berfikir bahwa orang tuanya lelah mencari nafkah apalagi di kebun seharian dan ditambah lagi ketika mengerjakan pekerjaan rumah.
Oleh sebab itu, dia ingin meringankan beban pekerjaan orang tua terutama ibunya, dan ketika orang tuanya pulang dari kebun, Ari langsung mencium tangan ibu bapaknya “bu, sudah pulang?” Tanya ari “sudah nak, mana adikmu?” kata ibu. “lagi main bola sama temannya bu.., sekarang aku sudah bersihkan rumah serta sudah masak nasi dan sayur” katanya. Lalu ibunya menjawab “oh…, syukurlah kalau begitu, lagian ibu juga capek dari kebun”. Tak selang waktu lama bapak berkata sambil tersenyum “bapak cobain ya…. Masakan Ari enak tidak’ setelah mencoba mencicipi masakannya, Ari tak sabar ingin mendengar komentar dari ayahnya. “masakan kamu agak asin nak, terus jangan terlalu pedas”.
Seketika keningnya berkerut, padahal dia sangat mengharapkan pujian karena dia sudah sangat lelah membuatnya, dengan hati-hati dia memasak sayur dan lauk supaya terasa enak dan juga banyak sekali hambatannya, kadang-kadang ketahuan tetangga ketika dia memasak, terkadang juga teman-temannya melihatnya juga serta tidak jarang mereka menghinanya dengan menyebutnya banci. Ari sangat merasa malu padahal dia tidak ingin dibilang kewanitaan karena memang dia laki-laki sejati, dia hanya melihat kondisi bahwa siapa lagi yang mengerjakan pekerjaan rumah kalau bukan dia, apakah harus adiknya yang masih kecil, tentu tidak. “kenapa ya tuhan, apa yang saya lakukan ini harus dibatasi dengan gender, apakah yang saya lakukan ini merugikan orang lain, menimbulkan hal-hal negatif, memalukan orang tua dan keluarga, saya rasa tidak ya tuhan…..!!!” rintihnya.
Tanpa sepengetahuan Ari, ibunya mendengar segala keluh kesah dan lara hatinya yang menggejolak melawan jiwa. “nak, tidak perlu didengarkan perbincangan orang lain tentang dirimu, sudahlah tidak usah dipikirkan ya nak…….!!! Kata si ibu. Lalu Ari menjawab “tapi bu, apakah yang saya kerjakan ini hanya untuk jenis kelamin wanita saja. Aku tulus membantu ibu walaupun pekerjaan rumah identik pada wanita tapi aku tidak peduli bu”. Terlihat wajah ibunya yang sedih dan terharu ketika mendengar pernyataan anaknya tadi, lalu sang ibu menjawab “iya nak, ibu tahu kamu tulus dan ikhlas membantu ibu meringankan pekerjaan rumah, ibu bangga sama kamu”.
Ketika Ari keluar rumah, teman-temannya mulai membisikkan bahkan ada yang meluncurkan kata-kata yang kurang enak didengar. Semua teman-temannya menjauh darinya karena mungkin dia sering memasak, menyapu, mengepel seperti perempuan, padahal dia hanya ingin membantu tanpa ingin menjadi seperti kewanitaan. “heii bencong, ngapain kamu disini?, terdengar suara lantang yang didengarnya yaitu salah satu temannya yang didekatnya. Kata-kata itu sangat menyakitkan serta mengiris hatinya tapi dia tidak menanggapi apa yang dibacarakan temannya.
Dia malah tersenyum mendengar perbincangan mereka, tapi disini teman-temannya merasa aneh, “ eehhhhh…, kamu kenapa senyum begitu??, orang lagi ngomongin kamu, ngomongin kejelekanmu dodol, udah banci ditambah bodoh lagi, nasib…nasib.., kasihan sekali hidup kamu”. Lalu Ari menjawab dengan santai dan lembut “terima kasih telah perhatian dengan saya, tapi saya ingin bertanya dulu dengan anda-anda semua, apakah yang saya lakukan ini merugikan buat kalian???.
Suasana menjadi hening dan diam, tak berapa lama kemudian teman yang lain menjawab “iya, amat sangat merugikan karena kamu merusak citra kami, disekitar rumah ini tidak ada yang namanya banci, ngerti…???”. “kenapa alasan kamu bicara seperti itu, saya merasa aneh dengan kata banci karena saya tidak merasa seperti itu” jawabnya, lalu teman yang lain juga menjawab “kamu aneh sendiri, masak tidak tahu kalo kamu itu banci, kamu dikatakan banci karena tiap hari kerjaan kamu ngepel, nyuci piring, memasak, nyapu, kayak perempuan saja kamu”.
Dengan nada kesal, Ari pun menjawab secara tegas “apakah kamu tidak bisa melihat kondisi keluargaku, kedua kakak perempuanku sudah menikah dan ikut suaminya, ibuku ke kebun dari pagi sampai sore tanpa istirahat yang cukup, jadi siapa lagi yang mengurus rumah kalau bukan aku, berbeda dengan kalian yang masih mempunyai saudara perempuan yang belum menikah atau juga yang dapat kakak ipar. Kalian jangan memandang rendah orang, belum tentu apa yang kalian lihat itu negatif”. Setelah ngomong panjang lebar, Dia pun langsung pulang ke rumah.
Jelang beberapa jam kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah dan ketika dia buka pintunya, ternyata teman-teman yang mencaci makinya tadi, tapi disini ekspresi wajah teman-temannya agak layu karena mereka ingin meminta maaf telah berlaku kasar dengannya. “ri, maafin kami ya…!!! kami memandangmu hanya dari luar saja tanpa tahu sisi baikmu dibalik apa yang kamu lakukan, maafin kami ya…..!!” kata salah satu temannya, terus dilanjutkan lagi oleh teman yang lainnya “iya ri, kami semua benar-benar minta maaf”.
Belum selesai pembicaraan itu, tiba-tiba terdengar suara yang memotong pembicaraan tersebut dan ternyata itu adalah suara adiknya yang tidak mau memaafkan mereka karena telah menyakiti hati kakaknya, “tidak, lebih baik kalian semua pergi dari sini, jangan ganggu kakak saya” lalu Ari pun berkata “ sudahlah dik, tidak apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah kita lakukan.
Apalagi yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa yang dilakukannya.pun berkata “ sudahlah dik, tidak apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah kita lakukan.
Apalagi yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa yang dilakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar