TANPA BATAS
Ari,
Seorang lelaki remaja yang rajin dan penurut terhadap orang tuanya. Di kampung,
dia selalu mengerjakan pekerjaan rumah layaknya seorang wanita dengan
membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci baju dan piring, bahkan
memasak sekalipun karena memang tidak ada yang menyiapkan serta membersihkan
rumah tersebut, sedangkan ibunya hanya sedikit waktu untuk bisa merapikan rumah
dan memasak pun hanya bisa diwaktu pagi hari saja karena kalau di kampung, seorang
istri juga ikut serta membanting tulang dengan saling tolong menolong pada
suaminya. Jadi pekerjaan rumah pun mau tidak mau harus dilakukannya karena dia
merasa kasihan dengan orang tuanya yang pasti kelelahan bekerja tani dari pagi
sampai sore.
Ari
memiliki tiga saudara, dua kakak perempuannya dan satu adik laki-lakinya.
Sebelum kedua kakak perempuannya menikah, suasana dulu sangat kontras dengan
sekarang ini. Dulu, kedua kakaknya yang membantu ibunya serta mengerjakan
pekerjaan rumah, tapi saat ini ari yang harus menggantikannya karena kalau
tidak dilakukan, rumah akan berantakan dan dia juga berfikir bahwa orang tuanya
lelah mencari nafkah apalagi di kebun seharian dan ditambah lagi ketika mengerjakan
pekerjaan rumah.
Oleh
sebab itu, dia ingin meringankan beban pekerjaan orang tua terutama ibunya, dan
ketika orang tuanya pulang dari kebun, Ari langsung mencium tangan ibu bapaknya
“bu, sudah pulang?” Tanya ari “sudah nak, mana adikmu?” kata ibu. “lagi main bola
sama temannya bu.., sekarang aku sudah bersihkan rumah serta sudah masak nasi
dan sayur” katanya. Lalu ibunya menjawab “oh…, syukurlah kalau begitu, lagian
ibu juga capek dari kebun”. Tak selang waktu lama bapak berkata sambil tersenyum
“bapak cobain ya…. Masakan Ari enak tidak’ setelah mencoba mencicipi masakannya,
Ari tak sabar ingin mendengar komentar dari ayahnya. “masakan kamu agak asin
nak, terus jangan terlalu pedas”.
Seketika
keningnya berkerut, padahal dia sangat mengharapkan pujian karena dia sudah
sangat lelah membuatnya, dengan hati-hati dia memasak sayur dan lauk supaya
terasa enak dan juga banyak sekali hambatannya, kadang-kadang ketahuan tetangga
ketika dia memasak, terkadang juga teman-temannya melihatnya juga serta tidak
jarang mereka menghinanya dengan menyebutnya banci. Ari sangat merasa malu
padahal dia tidak ingin dibilang kewanitaan karena memang dia laki-laki sejati,
dia hanya melihat kondisi bahwa siapa lagi yang mengerjakan pekerjaan rumah
kalau bukan dia, apakah harus adiknya yang masih kecil, tentu tidak. “kenapa ya
tuhan, apa yang saya lakukan ini harus dibatasi dengan gender, apakah yang saya
lakukan ini merugikan orang lain, menimbulkan hal-hal negatif, memalukan orang
tua dan keluarga, saya rasa tidak ya tuhan…..!!!” rintihnya.
Tanpa
sepengetahuan Ari, ibunya mendengar segala keluh kesah dan lara hatinya yang
menggejolak melawan jiwa. “nak, tidak perlu didengarkan perbincangan orang lain
tentang dirimu, sudahlah tidak usah dipikirkan ya nak…….!!! Kata si ibu. Lalu
Ari menjawab “tapi bu, apakah yang saya kerjakan ini hanya untuk jenis kelamin
wanita saja. Aku tulus membantu ibu walaupun pekerjaan rumah identik pada wanita
tapi aku tidak peduli bu”. Terlihat wajah ibunya yang sedih dan terharu ketika
mendengar pernyataan anaknya tadi, lalu sang ibu menjawab “iya nak, ibu tahu
kamu tulus dan ikhlas membantu ibu meringankan pekerjaan rumah, ibu bangga sama
kamu”.
Ketika
Ari keluar rumah, teman-temannya mulai membisikkan bahkan ada yang meluncurkan
kata-kata yang kurang enak didengar. Semua teman-temannya menjauh darinya
karena mungkin dia sering memasak, menyapu, mengepel seperti perempuan, padahal
dia hanya ingin membantu tanpa ingin menjadi seperti kewanitaan. “heii bencong,
ngapain kamu disini?, terdengar suara lantang yang didengarnya yaitu salah satu
temannya yang didekatnya. Kata-kata itu sangat menyakitkan serta mengiris
hatinya tapi dia tidak menanggapi apa yang dibacarakan temannya.
Dia
malah tersenyum mendengar perbincangan mereka, tapi disini teman-temannya merasa
aneh, “ eehhhhh…, kamu kenapa senyum begitu??, orang lagi ngomongin kamu,
ngomongin kejelekanmu dodol, udah banci ditambah bodoh lagi, nasib…nasib..,
kasihan sekali hidup kamu”. Lalu Ari menjawab dengan santai dan lembut “terima
kasih telah perhatian dengan saya, tapi saya ingin bertanya dulu dengan anda-anda
semua, apakah yang saya lakukan ini merugikan buat kalian???.
Suasana
menjadi hening dan diam, tak berapa lama kemudian teman yang lain menjawab
“iya, amat sangat merugikan karena kamu merusak citra kami, disekitar rumah ini
tidak ada yang namanya banci, ngerti…???”. “kenapa alasan kamu bicara seperti
itu, saya merasa aneh dengan kata banci karena saya tidak merasa seperti itu”
jawabnya, lalu teman yang lain juga menjawab “kamu aneh sendiri, masak tidak
tahu kalo kamu itu banci, kamu dikatakan banci karena tiap hari kerjaan kamu
ngepel, nyuci piring, memasak, nyapu, kayak perempuan saja kamu”.
Dengan
nada kesal, Ari pun menjawab secara tegas “apakah kamu tidak bisa melihat
kondisi keluargaku, kedua kakak perempuanku sudah menikah dan ikut suaminya,
ibuku ke kebun dari pagi sampai sore tanpa istirahat yang cukup, jadi siapa
lagi yang mengurus rumah kalau bukan aku, berbeda dengan kalian yang masih
mempunyai saudara perempuan yang belum menikah atau juga yang dapat kakak ipar.
Kalian jangan memandang rendah orang, belum tentu apa yang kalian lihat itu
negatif”. Setelah ngomong panjang lebar, Dia pun langsung pulang ke rumah.
Jelang
beberapa jam kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah dan ketika dia
buka pintunya, ternyata teman-teman yang mencaci makinya tadi, tapi disini
ekspresi wajah teman-temannya agak layu karena mereka ingin meminta maaf telah
berlaku kasar dengannya. “ri, maafin kami ya…!!! kami memandangmu hanya dari
luar saja tanpa tahu sisi baikmu dibalik apa yang kamu lakukan, maafin kami
ya…..!!” kata salah satu temannya, terus dilanjutkan lagi oleh teman yang
lainnya “iya ri, kami semua benar-benar minta maaf”.
Belum
selesai pembicaraan itu, tiba-tiba terdengar suara yang memotong pembicaraan
tersebut dan ternyata itu adalah suara adiknya yang tidak mau memaafkan mereka
karena telah menyakiti hati kakaknya, “tidak, lebih baik kalian semua pergi
dari sini, jangan ganggu kakak saya” lalu Ari pun berkata “ sudahlah dik, tidak
apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya
sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu
mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum
mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin
baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak
cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal
tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah
kita lakukan.
Apalagi
yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun
orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan
walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena
disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua
teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi
baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa
yang dilakukannya.pun berkata “ sudahlah dik, tidak
apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya
sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu
mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum
mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin
baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak
cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal
tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah
kita lakukan.
Apalagi
yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun
orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan
walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena
disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua
teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi
baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa
yang dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar