Rabu, 29 Mei 2013

sahabat

RAPUH TANPA SAHABAT


dulu secerah tawamu yang indah
selalu menggelitik jiwaku untuk tersenyum
yang membuatku menjadi istimewa
saat kau munculkan kebahagiaan
yang mampu kau berikan padaku

karena sahabat
hidupku jadi indah dan bermakna
dan kau sirami ikatan kita
dengan ketulusan yang dalam
kesetiaan yang kekal
kau dengan sulit melepas jemariku
aku rapuh tanpa kau sahabat

aku ingin kau jadi sahabatku selamanya
tapi sebuah sungutan yang selalu kudapat
bila kusalah...
sebuah nasihat yang selalu membimbingku
bila kumarah...
akan selalu jadi milikku
karena semua itu ada dalam persahabatan.

kasihmu ibu tercinta

KEKUATAN CINTA IBU



Tuhan..
Dosakah diriku ini..
Yang selalu merepotkan Ibu..
Wanita bijaksana yang membesarkanku..
Mengajariku tentang arti kehidupan..
Dan Ibu yang senantiasa menjagaku tanpa lelah..
Dan takkan pernah menyerah.


Aku hanya seorang manusia Lemah..
Yang membutuhkan kekuatan..
Kekuatan cinta kasih dari ibu..
Kekuatan yang Lebih dari apapun..

Engkau sangat berharga bagiku..
WaLaupun engkau seLaLu memarahiku..
Aku tau..
Itu bentuk perhatian darimu
Itu menandakan kau peduLi denganku..

true love


Arti Cinta Sejati


Namaku Ary,dulu q kelas X di Madrasah Aliyah Negeri Muara Enim yang masih terlalu dini mengenal istilah cinta. Aku mengenal dengan istilah cinta saat duduk di bangku kelas tiga SMP. Belum terlalu paham tentang cinta, sebegitu mudahnya aku mempermainkan cinta saat itu, tanpa sedikitpun memikirkan perasaan pasanganku. Awal masuk SMA, aku menjalin suatu hubungan dengan kakak kelasku yang bernama Sindy. Aku kelas X, sedangkan dia kelas XII sekali lagi aku hanya bermain-main dengan cinta tanpa serius memikirkan perasaannya yang telah tersakiti karena kelakuanku.
Putus dari dia aku mengenal dengan sesosok wanita muda dan cantik, kebetulan dia juga kakak kelasku, tepatnya kelas XI, Ayu namanya. Sebelumnya aku benar tidak tertarik sama sekali menjalin hubungan lagi, bosanlah istilahnya, tak ada yang menarik saat aku menjalin hubungan. Awal perkenalan kami juga tidak begitu menarik, dan aku pun tak menganggap ayu sama sekali. Tapi rasa itu langsung berbeda ketika aku pertama kali melihat dirinya.
“Sindy, itu lo yang namanya Ayu” gertak firman, salah seorang temanku yang ketika itu kami sedang duduk santai didepan perpustakaan sambil berbincang. Aku langsung menoleh ke arah wanita muda dan cantik itu, dan itulah awal aku tahu Ayu secara langsung.
“Benarkah itu Ayu?” tanyaku kepada Firman tanpa memalingkan pandanganku ke arah Ayu.
“Iya benar, itu Ayu !” Jawab Firman sambil memakan jajan yang baru saja ia beli.
“Gila, Benar-benar gila. cantik banget ternyata” gumamku di dalam hati dan masih terpesona melihatnya. Sesampainya di rumah, aku pun tak henti-henti kepikiran wajahnya Ayu.
“Kenapa ini, aku tak bisa berhenti memikirkan wanita itu. Biasanya aku juga tak pernah seheboh ini” pikirku sangat aneh sambil berkali-kali aku memandangi handphone berharap ada SMS masuk dari Ayu. Sungguh aneh, yang tadinya aku tak tertarik sama sekali, sekarang malah berharap lebih sama Ayu.
“Ada SMS !” teriakku. Langsung ku buka SMS itu dan benar, itu SMS dari Ayu. Akupun sangat kegirangan. Itulah awal mula aku bisa serius menjalin hubungan dengan pasangan, sungguh berbeda dengan pasangan-pasanganku sebelumnya.
Dan inilah waktu yang aku tunggu, waktu dimana aku dan Ayu jalan bareng. Sebelumnya kami memutuskan untuk nonton, tapi berhubung waktu telah terlewatkan, kami akhirnya menuju ke sebuah tempat yang begitu indah yaitu ditaman MUARA ENIM. Udara yang begitu sejuk, suasana tenang, burung-burung bernyanyi, rumput hijau menari dan genangan air yang membentang luas adalah sebagian kecil dari pancaran indah tempat ini. Di tempat ini kami saling bercerita tentang kehidupan kami, tak terasa pula sore telah datang menjemput.
“Aku boleh ngomong serius sama kamu ry ?” tanya Ayu begitu serius memandangku.
“Boleh yu, silakan !”kebetulan kami tidak memakai nama panggilan kakak ataupun adik. dengan sedikit gugup aku menjawab pertanyaannya. Tiba-tiba Ayu menggenggam tanganku. “duuh gila, mau ngapain ni anak” gumamku dalam hati.
“Maukah Ary jadi pacarku ?” seketika perasaan ku langsung campur aduk antara senang dan bingung dan aku juga berfikir bahwa seumur hidupku aku tidak pernah ditembak langsung sama wanita, sebaliknya aku yang sering menembak wanita “Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu sekarang Ayu. Kita juga belum lama kenal” Jawabku menutupi rasa bingung yang sedang bersemayam di otak dan hati.
“Tapi aku sudah menganggapmu jadi pacar aku dari dulu walaupun usia kamu lebih muda dari aku” bujuk Ayu seperti mengharapkan jawaban berbeda dariku. Sungguh tak kuasa aku melihat pandangannya, ingin memalingkan pandangan darinya, tapi kepala ini bagai ditahan oleh batu besar.
“Ya sudah, aku mau”
“Benarkah ? Terima kasih Ary, hmmmmm tapi nggak enak kalau kita manggil nama masing - masing ” Sambut Ayu dengan muka kegirangan.”trusss,mau dipanggil apa? Lalu dia menjawabnya “Bagaimana kalo panggil Umi dan Abi,aku panggil kamu Abi sedangkan aku panggil kamu Umi” dan aku pun langsung menjawabnya dengan “iya”
Akhirnya aku telah mengerti indahnya menjalin hubungan waktu bersama Ayu. Apakah ini sesuatu yang dinamakan cinta, sesuatu yang dulu selalu aku anggap membosankan dan tidak mempunyai arti sama sekali. Awalnya aku begitu bahagia, aku selalu membanggakannya, tapi tidaklah mudah menjalani hubungan dengan Ayu. Banyak kabar burung tentang Ayu, entah karena Ayu adalah salah seorang anak yang dikenal di sekolah, atau karena dia mempunyai banyak mantan pacar di sekolah, yang pasti kabar itu sungguh tak bersahabat di telingaku saat itu, Banyak kabar burung yang mengatakan bahwa Ayu itu playgirls, Ayu itu anak yang tidak baik, dan sebagainya. Berbagai cara aku lakukan untuk selalu percaya pada Ayu, karena aku yakin Ayu yang aku kenal bukanlah tipe orang yang seperti itu. Begitu juga dengan Ayu, dia menyarankanku untuk tidak percaya kepada kabar burung tentang dirinya.
Suatu hari, ketika kenaikan kelas. Aku kebetulan sekelas dengan salah seorang yang telah mengenal ayu dari SMP, dia adalah Meta, sahabat dari dua mantan pacar Ayu.
“Hai !” sambutku padanya.
“Hai juga, kamu pacarnya Ayu yang baru ya?”
Aku hanya membalasnya dengan senyum, walaupun pertanyaan Meta begitu biasa, tentu aku merasa sedikit tersinggung. Meta adalah tipe orang yang mudah bergaul, walaupun kami baru kenal, tapi dia sudah sangat akrab denganku, Meta pun tidak segan untuk berbicara tentang masa lalu Ayu kepadaku. Aku begitu terkejut ketika Meta berbicara bahwa Ayu adalah seorang yang playgirl, dan salah satu mantannya itu adalah lelaki yang tidak baik. Sungguh berbanding terbalik dengan semua cerita Ayu yang sesungguhnya.
Saat itu kondisi otak dan hatiku sungguh tidak stabil, aku bingung harus percaya sama siapa lagi, apakah aku harus percaya sama teman-temanku yang jelas-jelas tidak hanya seorang yang menyatakan bahwa Ayu tidak sebaik yang aku kira atau apakah aku harus percaya sama Ayu dan mempercayai bahwa tidak mungkin orang sebaik Ayu mempunyai sifat seperti itu. Sungguh hatiku tak tenang dengan semua ini. Ini adalah puncak rasa ragu-raguku terhadap Ayu, tapi untuk kesekian kalinya, Ayu bisa menenangkanku dan akhirnya aku tahu harus percaya pada siapa waktu itu.
Keesokan hari setelah aku berhasil menenangkan pikiranku ada SMS dari seorang sahabatku,
Ryan.
“Kamu masih pacaran dengan Ayu ?” isi SMS dari Ryan.
“Iya, kenapa ?” Balasku
“Nanti kerumahku ya, ada yang mau aku omongin, penting !”. Melihat balasan dari Ryan, aku merasa terkejut. Tidak seperti biasanya dia bilang seperti itu dan mengurusi urusanku dengan pacarku.
Tanpa pikir panjang aku langsung memanasi motor, dan bersiap ke rumah Ryan tanpa meminta izin pada Ayu. Sesampainya disana ternyata tidak hanya ada Ryan seorang, tetapi ismail juga ada disana. Mereka berdua adalah sahabatku dari kelas satu SMP. Aku terkejut melihat wajah mereka yang begitu serius memandangiku.
“Ada apa emangnya, wajah kalian serius banget seperti menghadapi ulangan fisika” aku berusaha membuka perbincangan.
“Kamu masih pacaran dengan Ayu ?” tanya Ismail dengan penasaran.
“Masih, memangnya kenapa sih ? kalian membuatku penasaran dari tadi”
“Sebaiknya kamu putusin saja deh Ayu itu” ujar Ryan.
“loh, kenapa sih ? kok tiba-tiba kalian berbicara seperti itu ? biasanya kalian mendukungku jika aku menjalin hubungan sama orang ?”
“Iya, kami mendukung jika kamu bahagia, tapi apa kenyataanya ?”
“Aku bahagia kok, kalian tahu sendirikan kalau aku bahagia”
“sudahlah Ary, kamu tidak perlu berbohong pada kita”
Aku mencoba menutupi perasaanku yang dari kamarin tak menentu, tapi apa daya, mereka telah lama mengenalku, aku tak bisa berbohong pada mereka, akhirnya aku terus terang dengan semua yang terjadi selama ini.
“Benar ternyata” ucap Ryan mematahkan ceritaku.
“Benar kenapa Ryan ?”
“Benar apa yang telah diceritakan Jimy kepada kami”
jimy adalah mantan pacar dari Ayu, yang kebetulan satu kelas dengan Ryan maupun Ismail ketika kenaikan kelas XI. Ryan mulai bercerita kepadaku tentang semua cerita yang telah diceritakan Jimy kepada Ismail maupun Ryan. Intinya, Ayu selingkuh dengan Jimy, seketika aku tak kuasa menahan kesedihan, kenyataan ini begitu menyakitkan bagiku. Selama ini orang yang ku percayai, orang yang ku banggakan ternyata mempunyai hati yang busuk, bahkan lebih busuk dari seekor kera. Emosiku sudah tak terkendali waktu itu, tanpa pikir panjang aku langsung mengambil keputusan untuk mengakhiri hubunganku sama Ayu mulai detik ini. Awalnya Ayu tak terima dengan keputusanku ini, tapi apa daya jika aku juga tak bisa percaya lagi sama Ayu. Akhirnya dengan berat hati dia menerima keputusanku ini.
Bel pulang sekolah berdenting, ketika itu sebagian besar anak menyambutnya dengan senang, tapi tidak denganku. Ayu menungguku di depan sekolah, pada waktu itu aku tak menganggapnya sama sekali, aku sudah terlanjur membencinya, rasa cinta yang aku harap berawal dan akan berakhir dengan kebahagiaan ternyata pudar ditengah jalan dengan alasan yang sangat memalukan. Berkali-kali Ayu meminta maaf, tapi kata maaf pun sulit terucap dari bibir ini.
“Abi, maafkan aku. Aku tahu aku salah, ijinkan aku untuk terakhir kali ini bersama Abi pulang dan aku akan terima keputusan Abi selanjutnya” Ucap Ayu dengan raut wajah memelas. Jujur aku tak kuasa melihat raut wajah itu, aku ingin bisa memaafkan dan menerima dia kembali, tapi hati dan mulut ini sudah membeku untuk sebuah kata maaf terucapkan. Ketika itu pula aku berpikir, inilah saat yang tepat untuk melepaskannya, karena sudah beberapa hari ini Ayu sama sekali tak pernah menyetujui keputusanku untuk mengakhiri hubunganku dengannya.
“Benar ? kamu bakalan terima keputusanku selanjutnya”
“Iya Abi, aku akan terima keputusan yang Abi berikan” Aku langsung menerima ajakan Ayu ingin pulang bersama untuk yang terakhir kalinya itu. Selama di jalan aku tak kuasa menahan kesedihan, hatiku begitu sakit apabila teringat perbuatannya selama ini. Ayu berusaha menggenggam tanganku, tapi aku selalu menampiknya. Ayu juga berusaha menenangkanku, tapi kata-katanya semakin membuatku tak kuasa menahan kesedihan.
“Aku mengerti aku salah selama ini, aku tidak bisa jadi yang terbaik bagi Abi, aku telah mengkhianati Abi, aku memang seseorang yang bodoh” Ucapnya dengan sesekali memandangiku dari sepion motor Jupiter MX yang sedang aku kendarai. Aku tak sanggup untuk menjawab semua kalimat yang terucap dari mulut Ayu dan kesedihan ini semakin tak tertahan, berkali-kali aku berusaha mengusap dada ini agar aku bisa tenang, menutupi kesedihan yang sedang melanda diriku dan berat untuk melupakan hal ini karena  memang sangat menyakitkan.
“Aku masih bolehkan main ke rumah Aby, masih bolehkan jalan sama Aby, masih bolehkan memanggil Ary dengan kata Aby” sambil Ayu meraih tanganku dan menggenggamnya.
Lalu dia berkata sambil menatapku melalui sepion motor “Aku pesan sama Abi, jaga diri Abi baik-baik, jangan dengan mudah menerima orang yang sepertiku dalam hidup Abi, itu tak pantas bagi orang sebaik Abi” dan itulah kalimat terakhir yang Ayu ucapkan kepadaku.
Sesampainya di rumah, ketika dia turun dari motor, aku melihat kesedihan dan penyesalan dari dalam diriku yang sangat dalam. kesedihanku semakin tak tertahan, tapi aku mencoba tegar dan menanggapi masalah ini dengan bijak, aku menyesal, dan aku baru sadar tentang arti cinta yang sesungguhnya. Disini aku terus berusaha berpikir positif atas kejadian ini. Aku yakin Tuhan tidak akan memberi cobaan apabila umatnya tidak mampu untuk menjalani dan keluar dari cobaan itu.
Akhirnya, kini aku mengerti cinta itu bukanlah sesuatu yang hanya dapat dibuat mainan semata, akhirnya, kini aku mengerti cinta itu tidak hanya datang dari ketampanan atau kecantikan, dan akhirnya, kini aku mengerti tidaklah baik jika kita terlalu membanggakan pasangan kita karena cinta. Aku mengerti atau tidak ? ternyata cinta itu selamanya tak selamanya mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini, melainkan juga akan mendatangkan kesedihan yang begitu mendalam.

CERPEN TANPA BATAS


TANPA BATAS


Ari, Seorang lelaki remaja yang rajin dan penurut terhadap orang tuanya. Di kampung, dia selalu mengerjakan pekerjaan rumah layaknya seorang wanita dengan membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci baju dan piring, bahkan memasak sekalipun karena memang tidak ada yang menyiapkan serta membersihkan rumah tersebut, sedangkan ibunya hanya sedikit waktu untuk bisa merapikan rumah dan memasak pun hanya bisa diwaktu pagi hari saja karena kalau di kampung, seorang istri juga ikut serta membanting tulang dengan saling tolong menolong pada suaminya. Jadi pekerjaan rumah pun mau tidak mau harus dilakukannya karena dia merasa kasihan dengan orang tuanya yang pasti kelelahan bekerja tani dari pagi sampai sore.
Ari memiliki tiga saudara, dua kakak perempuannya dan satu adik laki-lakinya. Sebelum kedua kakak perempuannya menikah, suasana dulu sangat kontras dengan sekarang ini. Dulu, kedua kakaknya yang membantu ibunya serta mengerjakan pekerjaan rumah, tapi saat ini ari yang harus menggantikannya karena kalau tidak dilakukan, rumah akan berantakan dan dia juga berfikir bahwa orang tuanya lelah mencari nafkah apalagi di kebun seharian dan ditambah lagi ketika mengerjakan pekerjaan rumah.
Oleh sebab itu, dia ingin meringankan beban pekerjaan orang tua terutama ibunya, dan ketika orang tuanya pulang dari kebun, Ari langsung mencium tangan ibu bapaknya “bu, sudah pulang?” Tanya ari “sudah nak, mana adikmu?” kata ibu. “lagi main bola sama temannya bu.., sekarang aku sudah bersihkan rumah serta sudah masak nasi dan sayur” katanya. Lalu ibunya menjawab “oh…, syukurlah kalau begitu, lagian ibu juga capek dari kebun”. Tak selang waktu lama bapak berkata sambil tersenyum “bapak cobain ya…. Masakan Ari enak tidak’ setelah mencoba mencicipi masakannya, Ari tak sabar ingin mendengar komentar dari ayahnya. “masakan kamu agak asin nak, terus jangan terlalu pedas”.
Seketika keningnya berkerut, padahal dia sangat mengharapkan pujian karena dia sudah sangat lelah membuatnya, dengan hati-hati dia memasak sayur dan lauk supaya terasa enak dan juga banyak sekali hambatannya, kadang-kadang ketahuan tetangga ketika dia memasak, terkadang juga teman-temannya melihatnya juga serta tidak jarang mereka menghinanya dengan menyebutnya banci. Ari sangat merasa malu padahal dia tidak ingin dibilang kewanitaan karena memang dia laki-laki sejati, dia hanya melihat kondisi bahwa siapa lagi yang mengerjakan pekerjaan rumah kalau bukan dia, apakah harus adiknya yang masih kecil, tentu tidak. “kenapa ya tuhan, apa yang saya lakukan ini harus dibatasi dengan gender, apakah yang saya lakukan ini merugikan orang lain, menimbulkan hal-hal negatif, memalukan orang tua dan keluarga, saya rasa tidak ya tuhan…..!!!” rintihnya.
Tanpa sepengetahuan Ari, ibunya mendengar segala keluh kesah dan lara hatinya yang menggejolak melawan jiwa. “nak, tidak perlu didengarkan perbincangan orang lain tentang dirimu, sudahlah tidak usah dipikirkan ya nak…….!!! Kata si ibu. Lalu Ari menjawab “tapi bu, apakah yang saya kerjakan ini hanya untuk jenis kelamin wanita saja. Aku tulus membantu ibu walaupun pekerjaan rumah identik pada wanita tapi aku tidak peduli bu”. Terlihat wajah ibunya yang sedih dan terharu ketika mendengar pernyataan anaknya tadi, lalu sang ibu menjawab “iya nak, ibu tahu kamu tulus dan ikhlas membantu ibu meringankan pekerjaan rumah, ibu bangga sama kamu”.
Ketika Ari keluar rumah, teman-temannya mulai membisikkan bahkan ada yang meluncurkan kata-kata yang kurang enak didengar. Semua teman-temannya menjauh darinya karena mungkin dia sering memasak, menyapu, mengepel seperti perempuan, padahal dia hanya ingin membantu tanpa ingin menjadi seperti kewanitaan. “heii bencong, ngapain kamu disini?, terdengar suara lantang yang didengarnya yaitu salah satu temannya yang didekatnya. Kata-kata itu sangat menyakitkan serta mengiris hatinya tapi dia tidak menanggapi apa yang dibacarakan temannya.
Dia malah tersenyum mendengar perbincangan mereka, tapi disini teman-temannya merasa aneh, “ eehhhhh…, kamu kenapa senyum begitu??, orang lagi ngomongin kamu, ngomongin kejelekanmu dodol, udah banci ditambah bodoh lagi, nasib…nasib.., kasihan sekali hidup kamu”. Lalu Ari menjawab dengan santai dan lembut “terima kasih telah perhatian dengan saya, tapi saya ingin bertanya dulu dengan anda-anda semua, apakah yang saya lakukan ini merugikan buat kalian???.
Suasana menjadi hening dan diam, tak berapa lama kemudian teman yang lain menjawab “iya, amat sangat merugikan karena kamu merusak citra kami, disekitar rumah ini tidak ada yang namanya banci, ngerti…???”. “kenapa alasan kamu bicara seperti itu, saya merasa aneh dengan kata banci karena saya tidak merasa seperti itu” jawabnya, lalu teman yang lain juga menjawab “kamu aneh sendiri, masak tidak tahu kalo kamu itu banci, kamu dikatakan banci karena tiap hari kerjaan kamu ngepel, nyuci piring, memasak, nyapu, kayak perempuan saja kamu”.
Dengan nada kesal, Ari pun menjawab secara tegas “apakah kamu tidak bisa melihat kondisi keluargaku, kedua kakak perempuanku sudah menikah dan ikut suaminya, ibuku ke kebun dari pagi sampai sore tanpa istirahat yang cukup, jadi siapa lagi yang mengurus rumah kalau bukan aku, berbeda dengan kalian yang masih mempunyai saudara perempuan yang belum menikah atau juga yang dapat kakak ipar. Kalian jangan memandang rendah orang, belum tentu apa yang kalian lihat itu negatif”. Setelah ngomong panjang lebar, Dia pun langsung pulang ke rumah.
Jelang beberapa jam kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah dan ketika dia buka pintunya, ternyata teman-teman yang mencaci makinya tadi, tapi disini ekspresi wajah teman-temannya agak layu karena mereka ingin meminta maaf telah berlaku kasar dengannya. “ri, maafin kami ya…!!! kami memandangmu hanya dari luar saja tanpa tahu sisi baikmu dibalik apa yang kamu lakukan, maafin kami ya…..!!” kata salah satu temannya, terus dilanjutkan lagi oleh teman yang lainnya “iya ri, kami semua benar-benar minta maaf”.
Belum selesai pembicaraan itu, tiba-tiba terdengar suara yang memotong pembicaraan tersebut dan ternyata itu adalah suara adiknya yang tidak mau memaafkan mereka karena telah menyakiti hati kakaknya, “tidak, lebih baik kalian semua pergi dari sini, jangan ganggu kakak saya” lalu Ari pun berkata “ sudahlah dik, tidak apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah kita lakukan.
Apalagi yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa yang dilakukannya.pun berkata “ sudahlah dik, tidak apa-apa lagian orang juga udah minta maaf kok, ya kita harus maafkan dong. Ya sudah teman-teman semua anggap saja ini tidak terjadi apa-apa, ok…!!! Lalu mereka semua menjawab dengan serempak dan kompak “ok, terima kasih ya Ari”.
Sebelum mereka pulang, Ari sempat bicara bahwa tidak ada batasan gender atau jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki ketika dia melakukan pekerjaan yang semestinya tidak cocok dalam arti pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki atau sebaliknya, asal tidak merugikan orang lain dan menimbulkan nilai yang positif, maka haruslah kita lakukan.
Apalagi yang dilakukan itu dapat membantu orang lain, baik keluarga, teman, maupun orang disekitar kita, untuk itu lakukan yang terbaik yang bisa dilakukan walaupun pekerjaan perempuan dilakukan laki-laki begitu juga sabaliknya, karena disana tidak ada batasan gender selagi baik dan berdampak positif. Akhirnya semua teman-teman memahami dan mengerti keadaannya dan mereka bisa mengambil sisi baiknya. Orang tua dan keluarganya pun juga turut bangga dan terharu dengan apa yang dilakukannya.

Kamis, 02 Mei 2013

Cerpen


Tuna Susila yang Malang
Aku, ya, aku. Jujur saja, tidak pernah berusaha menutup-nutupi. Aku, ya Aku, memang seorang pelacur. Pelacur. Ya, Pelacur.
Mengapa wajahmu berubah tiba-tiba? Santai sajalah, seperti aku santai menyatakannya.
Ya, tidak usah ragu, bila pikiranmu berkata; Berarti aku berhadapan dengan pelacur, seorang perempuan sundal, sosok yang menjadi salah satu kelompok penyakit masyarakat, atau bila lebih halus engkau mengatakan berhadapan dengan seorang Wanita Tuna Susila, atau bila engkau suka dengan istilah bisnis, tengah berhadapan dengan seorang Pekerja Seksual Komersial.
Banyak nama, banyak julukan, banyak vonis, aku tahu itu. Tidak akan diriku berubah marah, pun saat tidak hanya terlintas dalam kepala, tapi turun pula melewati mulut yang terbuika, menjadi kata-kata yang bisa jelas kudengar.
Tidak salah. Itu hal yang wajar. Justru kuanggap sebagai ketidakkewajaran bila engkau menganggap biasa-biasa saja. Apapun nama yang akan engkau sebutkan, percayalah, aku tidak pernah ambil pusing, lantaran, apa beda julukan dengan perubahan nasib? Jadi, cukup, tak mengapa, bila aku tetap menyatakan diri sebagai pelacur. Aku Memang Pelacur.
Jangan engkau cari dalam iklan-iklan tersembunyi, atau promosi di internet  walau aku punya akun di facebook. Juga jangan engkau cari di tempat-tempat yang menggunakan topeng usaha. Tidak akan engkau temukan diriku.
Carilah aku di sini, tempat yang memang dikenal sebagai tempat pelacuran, di gang XII, rumah paling pojok menghadap utara. Oh, ya di depannya ada warung sederhana, dengan teh yang menurutku paling nikmat. Singgahlah, ke warung itu dan ke rumah tempat aku berada.
Aku selalu terbuka kepada siapa saja. Tidak pernah peduli dengan jenis pekerjaanmu, status sosial, status perkawinan, tua-muda, orientasi seksual, semua kuanggap sama: sebagai manusia.
Aku berusaha menjadi kawan yang baik untuk mendengarkan segala celotehmu, tentang keluh-kesah dan mimpi-mimpi. Juga untuk gosip-gosip politik. Tenang saja, aku hanya menjadi pendengar yang baik apabila engkau menginginkannya. Aku juga bisa menjadi lawan bicara untuk berdiskusi bila engkau mau.
Soal politik, aku tidak buta pun tidak alergi. Sekarang semua serba terbuka. Setiap hari gosip politik sudah menjadi infotainment. Bersaing dengan gosip-gosip para artis. Bahkan bisa bersenyawa menjadi satu kesatuan. Para artis yang berpolitik, para politisi yang menjadi artis/aktor, atau perselingkuhan antara sosok dari dua profesi.
Soal politik, aku ”terpaksa” belajar, terutama saat-saat musim demo di jaman Soeharto dulu. Para anak muda, sering menggunakan ruang tamu untuk kumpul. Mereka ngobrol sesuatu yang sama sekali tidak aku pahami. Banyak kata-kata yang baru aku dengar pada saat itu. Rejim otoriter, kapitalis, antek nekolim, pembangkangan sipil, kondisi obyektif, kondisi subyektif, kemiskinan struktural, pembebasan, penyadaran, organisasi rakyat, kesadaran kolektif, makar, dan banyak lagi.Artinya, tidak tahulah. Toh, aku cuma pelacur.
Aku memang pelacur. Kebetulan dari tujuh orang yang tinggal di rumah ini, akulah yang paling sering dan paling betah menemani gerombolan ini yang biasanya baru usai saat terdengar adzan Subuh. Teman-teman yang lain seringkali malah cemberut, karena hampir semua kursi digunakan, dan mereka harus duduk di pinggir jalan mencari tamu. Karena seringnya melakukan hubungan seksual, aku terinfeksi virus HIV, tapi yang lebih parah lagi bukan hanya aku saja melainkan ke enam temanku juga terinfeksi HIV ketika diperiksa oleh dokter. Aku sangat sedih dan drop ketika mengetahui berita itu.
Lalu aku berusaha untuk melupakan hal itu walaupun sangat sulit. Aku dan teman-temanku merasa sedih tapi sudah terjadi. Dan aku sempat berfikir sambil duduk di teras. Tanpa kusadari ternyata ada seseorang yang membuyarkan lamunanku.  hemmmm ”Menurutmu, untuk apa kita bernegara?” tanya seorang anak muda tiba-tiba kepadaku.
”Hm, gak tahu ya,”
”Nah, itulah, untuk rakyat banyak, tidak mau ambil pusing tentang nasib negara ini, walau mereka banyak dipusingkan oleh kebijakan-kebijakan negara yang tidak pro-rakyat. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, kita harus bergerak. Revolusi!” berapi-api anak muda itu beralih pembicaraan kepada kawan-kawannya.
Aku cuma bengong saja. Menuang bir ke gelas-gelas yang kosong.
”Pendidikan politik bagi massa rakyat harus terus dilakukan. Kita harus menceburkan diri hidup bersama rakyat, membangun kesadaran kolektif, membangun organisasi massa yang sadar politik. Rakyat harus bisa memiliki kekuatan yang terorganisir agar bisa menyuarakan dan mendesakkan kepentingannya,”
Tidak paham. Tapi senang. Itulah yang membuat diriku bertahan berkumpul menemani dan melayani mereka. Semangat anak-anak muda yang membuatku kagum. Bila saja semua anak muda di negeri ini seperti itu? Tapi ya, bukan nongkrong di sini, menghabiskan malam ditemani bir dan pelacur seperti diriku. Semangat untuk bekerja yang lebih baik.
“Coba, kita berada di sini, di wilayah yang tidak pernah diakui dan selalu dihujat apalagi terinfeksi HIV sekarang ini yang makin dihujat oleh masyarakat, tapi setiap hari ratusan atau bahkan ribuan orang tidak mau datang lagi menemuiku. Inilah wajah kemunafikan kita. Adanya perempuan-perempuan di sini, menunjukkan negara telah gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Coba tanya Mbak itu, apa Mbak senang menjalani kehidupan seperti ini? Pasti Mbak terpaksa,” anak muda yang lain.
“Jadi teringat Rendra. Bersatulah pelacur-pelacur Kota Jakarta,” seseorang menyela. Lalu ia berdiri dan bergaya.
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Aku tersenyum-senyum sendiri. Walau gak paham apa yang dikatakan, tapi gayanya sangat lucu sekali. Semua kemudian tertawa terbahak.
Sampai satu malam. Saat telah melarut menjelang dini hari. Serombongan polisi, tentara, berseragam dan berpakaian preman, telah mengepung dan menangkapi mereka. Pukulan dan tendangan membabi buta. Darah tumpah. Jeritan para perempuan membelah malam. Setelahnya kembali senyap.
Keesokan hari berita di koran: Aktivis Pengacau Keamanan Ditangkap di Lokalisasi Tengah Pesta Miras dan pelacuran.
Hari-hari menjadi sepi. Suara-suara penuh semangat menjadi kenangan yang justru malah jadi kurindu. Mereka, anak-anak muda, hanya berdiskusi, ditemani bir, tanpa pernah merayu para perempuan di sini. Ah, kemana mereka.
Aku Memang Pelacur. Masih tinggal di tempat yang sama. Bekas lokalisasi yang sudah ditutup, tapi sekarang masih saja beroperasi. Sudah lebih dari 15 tahun aku di sini. Tidak akan dan bisa kemana-mana. Tidak ada sanak-saudara. Bapak-ibu pun tak punya.
Aku hidup sendiri. Lari dari panti asuhan sejak kecil, berkelana, dari jalan ke jalan. Hingga tiba di tempat ini.
Aku memang pelacur. Selamanya mungkin hanya seorang pelacur. Walau tidak ada lagi yang menoleh ke arahku, apalagi menggoda, apalagi mengajak ke kamar karena HIV tersebut.
Biarlah aku berada di ruang tamu. Melayani para tamu yang memesan minuman dan makanan, sembari menyaksikan acara televisi. Dari gosip selebritis dan gosip para politisi. Beberapa wajah yang menghiasi televisi, terasa akrab di hati. Sebagian dari anak-anak muda yang pernah berkumpul di sini.

Memori Empedu

Hati yang kelam membisu
terpancar raut wajah yang suram
ketika mendengar dengungan yang menusuk
sampai ke ubun-ubun......

Naluri yang indah akan terhenti
saat nada suara itu menghapusnya
kemilau mutiara yang tercipta
berubah menjadi besi berkarat

Impian surga yang dibayangkan
menjadi pikiran nurjanah
menjadi empedu yang meleleh
kontras hati tak dapat disatukan
luka hati tak dapat diobati



Caramu yang melilit hati
membuatku jenuh akan arti hidup.